Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) melalui Jurusan Studi Islam berkolaborasi dengan Pusat Kajian dan Bantuan Hukum Islam (PKBHI) menggelar seminar nasional (7/3). Seminar kali ini mengangkat tema “Merespon Kalender Islam Global” yang dihadiri oleh para ahli, praktisi, dan pemerhati ilmu falak dari berbagai latar belakang untuk membagikan pengetahuan, pengalaman, dan perspektif mereka mengenai kalender Islam global. Upaya FIAI mengadakan seminar nasional tidak lain adalah untuk menanggapi pesatnya pertumbuhan teknologi astronomi dan komputasi yang menyebabkan perubahan signifikan dalam perhitungan kalender. Sehingga memberikan pengaruh pada penentuan awal bulan hijriyah, ramadhan, syawal, dengan metode hisab maupun rukyat. Perbedaan tersebut memunculkan perdebatan panjang bahkan sampai saat ini pun masih menjadi isu hangat acap kali memasuki bulan-bulan tertentu (hijriyah, ramadhan, syawal) dalam peradaban umat Islam.
Dr. Drs. Asmuni, MA. Dekan FIAI UII Menyampaikan dalam sambutan nya “…perbedaan dalam pelaksanaan puasa dan hari raya nampaknya tidak merugikan, namun secara psikologis cukup menyiksa.” Oleh sebab itu tema ini tidak akan pernah habis didiskusikan sebab para fuqaha belum melakukan perjanjian untuk bersatu. Sambutan dekan FIAI ditutup dengan pemikiran dimana Fuqaha masih terjebak untuk memahami teks secara literal dan pada waktu yang sama mereka mengorbankan persatuan dan kesatuan umat Islam. Harapan kedepan, hendaknya para Fuqaha mengurai fikih yang kaku menjadi lebih fleksibel pun dengan implementasinya terhadap penetapan tanggal puasa dan lebaran.
Drs. H. Jauhar Mustofa, M.Si. selaku Kabid URAIS Kemenag DIY membawakan tema seminar dengan judul “Respon Pemerintah Indonesia terhadap Kalender Islam Global”. Memaparkan terkait tanggapan pemerintah terhadap isu kalender Islam global sehingga berkembanglah unifikasi kalender hijriyah. Perjalanan panjang dilalui dalam penentuan awal bulan dalam Islam dari tahun 1998-2017 akhirnya berbuah manis. Pada tahun 2017 dalam agenda “Seminar Internasional Fikih Falak” menghasilkan sebuah rekomendasi yang pada prinsipnya menjadi upaya solutif dalam mengatasi perbedaan pernentuan awal bulan. Dimana, kriteria elongasi minimal 6.4 derajat dan tinggi minimal 3 derajat bermarkas di Kawasan Barat Asia Tenggara, yang pada kali ini tergabung dalam himpunan negara MABIMS (Menteri Agama Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). Peluang penerapan New Visibilitas MABIMS ini menjadi jalan tengah pemerintah dalam menengahi perdebatan panjang ormas dan madzhab yang beragam di kalangan masyarakat Indonesia.
“Penyatuan kalender Islam itu sulit, tapi mungkin ini adalah contoh sikap kaum madzhab optimis, penyatuan kalender Islam itu mungkin, tapi sulit adalah sikap dari kaum madzbah pesimis” merupakan pernyataan Prof. Dr. H. Susiknan Azhari, M.Ag. (Wakil Ketua IV MTT PPM) yang menjadi narasumber ke dua dalam seminar nasional yang dikemas dalam judul “Kalender Islam Global Perspektif Muhammadiyah”. Prinsip kalender dalam Islam merujuk berbagai nash. Prinsip kalender dalam Islam ditetapkan, sebagaimana berikut: dalam satu tahun 12 bulan; terdapat konjungsi; umur bulan terdapat 29/30 hari; hisab rukyat; hilal; dan wilayah geografis. Minimal umur bulan adalah 29, maksimal 30 hari (fase ijtima’). Terdapat kasus pada penetapan awal bulan hari raya idul adha antara Negara Saudi dan Indonesia yang mengalami perbedaan. Pemaknaan dari kalimat Al-Hajju Arafah “haji itu Arafah”. Seseorang berfikir Arafah itu makna “tempat” atau “waktu” ?. Jika peringatan idul adha itu tanggal 9 dzulhijjah, dengan demikian madzhab tempat tidak harus sama. Namun, jika Arafah yang dimaksud adalah tempat, maka tempat yang selanjutnya dijadikan pondasi saat itu adalah Arafah menjadi pondasi untuk peringatan hari raya idul adha seluruh dunia. Kalender Hijriyah Global (KHGT) menjadi pedoman untuk menetapkan penganggalan awal bulan hijriyah, sebab memuat prinsip diantaranya: Keselarasan hari dan tanggal di seluruh dunia, penggunaan hisab, transfer imkan rukyat, kesatuan matlak, dan permulaan hari universal. Narasumber ketiga, Dr. Eng. Rinto Anugraha NQZ, S.Si., M.Si. (Pakar Astronomi UGM) menyampaikan materi seminar dengan judul “Telaah Kalender Islam Global (Kriteria Hasil Muktamar Turki 2016) Perspektif Astronomi. Menurutnya, sejak dahulu orang sudah mengetahui bahwa pergerakan matahari dan bulan bersifat periodik. Tentu tidak terlepas dari nash Al-Qur’an Surat Ar-Rahman ayat ke-5 yang artinya “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan”. Kalender terbagi menjadi 3 jenis (solar calendar, lunar calendar, luni-solar calendar). Dalam pengetahuan kalender Islam hakiki memiliki dua metode penentuan awal bulan. Pertama, metode hisab (perhitungan) dimana hal ini menganut teori dan eksperimen. Kedua, metode ru’yat (pengamatan) yang menitikberatkan pada observasi dan eksperimen. Berbagai kriteria hisab untuk menentukan awal bulan Islam (kriteria wujudul hilal dari muhamaddiyah, kriteria MABIMS, imkan ru’yat dari lokal dari NU, Persis, LAPAN serta imkan ru’yat global di muktamar Turki 2016). (Unza)