Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) melalui Jurusan Studi Islam berkolaborasi dengan Pusat Kajian dan Bantuan Hukum Islam (PKBHI) menggelar seminar nasional (7/3). Seminar kali ini mengangkat tema “Merespon Kalender Islam Global” yang dihadiri oleh para ahli, praktisi, dan pemerhati ilmu falak dari berbagai latar belakang untuk membagikan pengetahuan, pengalaman, dan perspektif mereka mengenai kalender Islam global. Upaya FIAI mengadakan seminar nasional tidak lain adalah untuk menanggapi pesatnya pertumbuhan teknologi astronomi dan komputasi yang menyebabkan perubahan signifikan dalam perhitungan kalender. Sehingga memberikan pengaruh pada penentuan awal bulan hijriyah, ramadhan, syawal, dengan metode hisab maupun rukyat.  Perbedaan tersebut memunculkan perdebatan panjang bahkan sampai saat ini pun masih menjadi isu hangat acap kali memasuki bulan-bulan tertentu (hijriyah, ramadhan, syawal) dalam peradaban umat Islam.

Dr. Drs. Asmuni, MA. Dekan FIAI UII Menyampaikan dalam sambutan nya “…perbedaan dalam pelaksanaan puasa dan hari raya nampaknya tidak merugikan, namun secara psikologis cukup menyiksa.” Oleh sebab itu tema ini tidak akan pernah habis didiskusikan sebab para fuqaha belum melakukan perjanjian untuk bersatu. Sambutan dekan FIAI ditutup dengan pemikiran dimana Fuqaha masih terjebak untuk memahami teks secara literal dan pada waktu yang sama mereka mengorbankan persatuan dan kesatuan umat Islam. Harapan kedepan, hendaknya para Fuqaha mengurai fikih yang kaku menjadi lebih fleksibel pun dengan implementasinya terhadap penetapan tanggal puasa dan lebaran.

Drs. H. Jauhar Mustofa, M.Si. selaku Kabid URAIS Kemenag DIY membawakan tema seminar dengan judul “Respon Pemerintah Indonesia terhadap Kalender Islam Global”. Memaparkan terkait tanggapan pemerintah terhadap isu kalender Islam global sehingga berkembanglah unifikasi kalender hijriyah. Perjalanan panjang dilalui dalam penentuan awal bulan dalam Islam dari tahun 1998-2017 akhirnya berbuah manis. Pada tahun 2017 dalam agenda “Seminar Internasional Fikih Falak” menghasilkan sebuah rekomendasi yang pada prinsipnya menjadi upaya solutif dalam mengatasi perbedaan pernentuan awal bulan. Dimana, kriteria elongasi minimal 6.4 derajat dan tinggi minimal 3 derajat bermarkas di Kawasan Barat Asia Tenggara, yang pada kali ini tergabung dalam himpunan negara MABIMS (Menteri Agama Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). Peluang penerapan New Visibilitas MABIMS ini menjadi jalan tengah pemerintah dalam menengahi perdebatan panjang ormas dan madzhab yang beragam di kalangan masyarakat Indonesia.

“Penyatuan kalender Islam itu sulit, tapi mungkin ini adalah contoh sikap kaum madzhab optimis, penyatuan kalender Islam itu mungkin, tapi sulit adalah sikap dari kaum madzbah pesimis” merupakan pernyataan Prof. Dr. H. Susiknan Azhari, M.Ag. (Wakil Ketua IV MTT PPM) yang menjadi narasumber ke dua dalam seminar nasional yang dikemas dalam judul “Kalender Islam Global Perspektif Muhammadiyah”. Prinsip kalender dalam Islam merujuk berbagai nash. Prinsip kalender dalam Islam ditetapkan, sebagaimana berikut: dalam satu tahun 12 bulan; terdapat konjungsi; umur bulan terdapat 29/30 hari; hisab rukyat; hilal; dan wilayah geografis. Minimal umur bulan adalah 29, maksimal 30 hari (fase ijtima’). Terdapat kasus pada penetapan awal bulan hari raya idul adha antara Negara Saudi dan Indonesia yang mengalami perbedaan. Pemaknaan dari kalimat Al-Hajju Arafah “haji itu Arafah”. Seseorang berfikir Arafah itu makna “tempat” atau “waktu” ?. Jika peringatan idul adha itu tanggal 9 dzulhijjah, dengan demikian madzhab tempat tidak harus sama. Namun, jika Arafah yang dimaksud adalah tempat, maka tempat yang selanjutnya dijadikan pondasi saat itu adalah Arafah menjadi pondasi untuk peringatan hari raya idul adha seluruh dunia. Kalender Hijriyah Global (KHGT) menjadi pedoman untuk menetapkan penganggalan awal bulan hijriyah, sebab memuat prinsip diantaranya: Keselarasan hari dan tanggal di seluruh dunia, penggunaan hisab, transfer imkan rukyat, kesatuan matlak, dan permulaan hari universal. Narasumber ketiga, Dr. Eng. Rinto Anugraha NQZ, S.Si., M.Si. (Pakar Astronomi UGM) menyampaikan materi seminar dengan judul “Telaah Kalender Islam Global (Kriteria Hasil Muktamar Turki 2016) Perspektif Astronomi. Menurutnya, sejak dahulu orang sudah mengetahui bahwa pergerakan matahari dan bulan bersifat periodik. Tentu tidak terlepas dari nash Al-Qur’an Surat Ar-Rahman ayat ke-5 yang artinya “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan”. Kalender terbagi menjadi 3 jenis (solar calendar, lunar calendar, luni-solar calendar). Dalam pengetahuan kalender Islam hakiki memiliki dua metode penentuan awal bulan. Pertama, metode hisab (perhitungan) dimana hal ini menganut teori dan eksperimen. Kedua, metode ru’yat (pengamatan) yang menitikberatkan pada observasi dan eksperimen. Berbagai kriteria hisab untuk menentukan awal bulan Islam (kriteria wujudul hilal dari muhamaddiyah, kriteria MABIMS, imkan ru’yat dari lokal dari NU, Persis, LAPAN serta imkan ru’yat global di muktamar Turki 2016). (Unza)

Program Studi Hukum Islam Program Doktor (HIPD) dan Program Studi Ahwal Syakhshiyah Program Sarjanan menyelanggarakan diskusi dosen dan mahasiswa (6/3) dengan salah satu narasumber Prof. Dr. Muhammad Salim Abu Ashi, guru besar Ilmu Alqur’an, Ilmu Tafsir, Theologi, dan Ushul Fiqih Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.  membawakan tema diskusi seputar “Isu-Isu Kontemporer dalam Fiqh”. Pertama, beliau menekankan bahwa jihad dalam Islam tidak hanya terbatas pada penggunaan senjata atau peperangan. Jihad juga mencakup usaha dalam menuntut ilmu dan pendidikan. Ini menunjukkan bahwa belajar dan menyebarluaskan pengetahuan merupakan bentuk jihad yang penting dan sangat diperlukan. Kedua, Prof. Dr. Muhammad Salim Abu Ashi al-Azhari menegaskan bahwa semua bidang ilmu memiliki manfaat, termasuk kedokteran, hukum, dan ekonomi. Ilmu-ilmu ini merupakan sarana penting dalam pengabdian kepada masyarakat, khususnya umat Islam. Dengan memiliki pengetahuan di berbagai bidang, umat Islam bisa memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakat luas.

 Ketiga, beliau membahas tentang konsep Mujaddid dalam Islam. Mujaddid diartikan sebagai pembaharu yang muncul setiap seratus tahun, yang bisa berupa individu atau sekelompok orang. Peran mereka adalah untuk memperbaharui semangat dan pola pikir umat Islam, membawa kembali esensi ajaran Islam yang sesuai dengan konteks zaman. Keempat, dalam konteks pembaharuan dalam Islam, Prof. Dr. Muhammad Salim Abu Ashi al-Azhari mengungkapkan bahwa terdapat dua jenis hukum dalam Islam: hukum qoth’i yang tidak berubah, seperti masalah akidah, dan hukum ijtihadi yang bisa diperbaharui sesuai dengan konteks dan kebutuhan zaman. Ini menunjukkan pentingnya ijtihad dalam merespons dinamika kehidupan kontemporer.

Narasumber lain yang turut hadir dalam diskusi dosen dan mahasiswa kali ini diantaranya: Dr. Drs. Asmuni, MA (Dekan FIAI UII), Dr. Ahmad Sa’ad Ahmad Al-Dafrawi (Dosen Fakultas Hukum UII), Januariansyah Arfaizar, SHI., ME (Mahasiswa Prodi HIPD FIAI UII/ Dosen STAI Yogyakarta). Berkaitan dengan tema yang dibahas oleh Profesor Salim mengenai isu kontemporer dalam fikih, maka topik-topik lain juga memiliki relevansi terhadap isu kontemporer tersebut, diantaranya; tema diskusi yang dibawakan oleh Dr. Ahmad Sa’ad Ahmad Al-Dafrawi, yaitu tentang Pendekatan Maqashid pada Isu-Isu Kesehatan tentang rekayasa genetika. Yang menarik, Dr. Ahmad al-Dafrawi membawa konsep Maqashid Syariah dalam konteks ini. Maqashid Syariah adalah tujuan atau prinsip-prinsip dasar syariah Islam, salah satunya adalah Hifdzu an-Nafs, yang berarti perlindungan jiwa atau kehidupan. Dr. Drs. Asmuni menambahkan diharapkan fikih menjadi ilmu yang harus difahami dari dasar ke pemahaman mendalam.  Fiqh menurut istilah diartikan sebagai pemahaman secara mendalam untuk mengetahui hukum-hukum dalam melakukan sesuatu. Ulama yang memahami hadist maka menunjukkansikap bentuk respon dari hal hal yang sudah terjadi dalam kehidupan, baik pemerintah maupun kondisi peradaban. Pun dengan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dari sudut pandang syari’ah, disampaikan oleh Januariansyah Arfaizar, SHI., ME. Distribusi kekayaan harus merata demi mencapai kesejahteraan umat Islam, sebagai wujud dari tujuan dari prinsip-prinsip syariah. (Unza)

Mempelajari perbedaan budaya merupakan suatu proses yang sangat berharga untuk memahami dan menghargai keberagaman di dunia ini. Dengan mempelajari tentang keberagaman budaya membuka pintu untuk memperluas wawasan dan pengetahuan kita tentang dunia. Pemahaman tentang keragaman budaya juga dapat membantu membentuk sikap toleransi. Melalui pemahaman terhadap keragaman budaya dapat membentuk fondasi untuk mewujudkan kehidupan yang damai dan harmonis.

Pada jumat (23/2) Program Studi Hukum Keluarga/Ahwal Syakhshiyah International Program (Prodi AS IP) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) menyambut mahasiswa pertukaran mahasiswa dari Kazakhstan. Program ini merupakan Kerjasama antara UII dengan Nur Mubarak University, Kazakhstan. Kerjasama ini didasarkan kesamaan antara kedua universitas khususnya identitas yang diusung. Keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk memajukan Islam dan negara keislaman.

Adapun Prodi AS IP menerima dua mahasiswa yaitu Nurakhmet Khairul dan Nurislam Abitilda. Keduanya merupakan mahasiswa Faculty Of Islamic Studies Program Takhasus dengan mata kuliah ushul fiqh, ushul hadist, tahfidzul qur’an. Untuk itu sangat tepat jika keduanya ditempatkan di Prodi AS IP. Mereka akan berkuliah selama satu semester disini dan ditinggal di Rusunawa Selatan.

Kaprodi AS Bapak Krismono, S.H.I., M.S.I. menyampaikan bahwa program pertukaran mahasiswa ini bertujuan untuk persiapan akreditasi international dan juga meningkatkan Indikator Kerja Utama (IKU). Ia juga berharap dengan program ini mahasiwa bisa saling bertukar budaya karena meskipun Kazakhstan merupakan negara islam tapi madzhab yang dianut adalah hanafiyah, berbeda dengan Indonesia yang mayoritas menganut madzhab Syafi’i. Dengan perbedaan ini diharapkan menambah wawasan mahasiswa dan memperluas pesrpektif keIslaman.

Adapun pertama kali sampai di Jogja, mereka terkesan dengan suasana baru yang belum ditemui sebelumnya, ketika datang ke FIAI UII mereka juga terkesima dengan bentuk bangunan, fasilitas dan kemajuan teknologi yang ada di UII khususnya di FIAI. Adapun hal yang paling terasa adalah mereka harus beradaptasi dengan suhu udara yang panas, sebab di Kazakhstan, khususnya di daerah mereka tinggal di Almaty suhunya mencapai -12 derajat celcius. Sedangkan di Indonesia, khususnya di Yogyakarta suhunya bisa mencapai 40 derajat celcius. (MA)

Program Studi Hukum Keluarga/Ahwal Syakhshiyah (Prodi AS) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) telah membuka peluang baru bagi mahasiswa dengan perubahan program magang pada tahun pembelajaran 2023/2024. Langkah inovatif ini memungkinkan mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman langsung di berbagai instansi, termasuk Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Perubahan ini sejalan dengan transformasi gelar dari Sarjana Hukum Islam (S.H.I) menjadi Sarjana Hukum (S.H), yang memberikan mahasiswa fokus pada hukum positif Indonesia yang disinkronkan dengan hukum Islam dan memerlukan pemahaman mendalam tentang ilmu-ilmu yang menopangnya. Program magang yang telah diimplementasikan memberikan keleluasaan kepada mahasiswa untuk memilih instansi hukum yang sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka.

Sebagai contoh, beberapa mahasiswa seperti Nail Nazah (Nail) dan Rabik Dzulfikar (Rabik) telah memanfaatkan kesempatan ini dengan melakukan magang di Kemenkumham DIY dan Kemenag DKI Jakarta. Mereka berbagi pengalaman positif mereka selama masa magang, menunjukkan semangat dan antusiasme mereka untuk belajar dan mencari pengalaman baru. Yuk kita simak kisah keseruan mereka!.

Memanfaatkan Peluang yang ada

Rabik menjelaskan, “Magang gelombang kedua memberikan keleluasaan kepada kami untuk memilih di mana saja, tidak hanya di Jogja, dan dapat lepas dari tim sebelumnya. Kemudian akhirnya, setelah mencoba mengajukan permintaan, kami di ACC oleh prodi.”

Sementara itu, Nail menyampaikan memeang sudang berkeinginan untuk magang di lembaga pemerintahan sejak lama. Sehingga mendengar kabar maasiswa diberikan  keleluasaan oleh prodi untuk memilih tempat magang, Ia pun mencari-caritempat magang dan berhasil magang di Kemenkumham DIY.

Disambut dengan hangat

Penerimaan positif juga diberikan oleh mahasiswa terhadap lingkungan kerja di instansi pemerintah. Nail merasa diterima dengan baik di Kemenkumham DIY. “Masya’Allah di sana itu para pekerjaannya itu sangat ramah. Ya, jadi kekitanya itu mengayumi, diajarin banyak hal trus juga diajak ke kegiatan-kegiatan mereka.” Ucap nail

Pengalaman serupa juga dialami oleh rabik. “Di sana, saya dianggap keluarga, dipaksa menggunakan fasilitas yang ada seperti kopi, teh, dan mie. Saya juga diberi keleluasaan untuk membaca buku, bahkan beberapa buku diberikan kepada saya,” ujar Rabik dengan antusias.

Pengalaman di berbagai bidang

Pengalaman magang tidak hanya memberikan wawasan tentang dunia kerja, tetapi juga membuka pintu untuk pemahaman lebih dalam dalam berbagai bidang hukum. Nail menegaskan, “Saya kemarin berada di tiga bidang, yaitu arsipasi, pelayanan hukum, dan perancangan perundang-undangan. Ditempatkan pada posisi tersebut memberikan pengalaman baru yang berguna untuk kehidupan di kampus nanti. Jadi, tidak hanya teori, tetapi juga langsung praktik di sana.”

Rabik juga berbagi pengalaman tentang tugas-tugas yang diemban selama magang. “Saya ditempatkan di Tim Urais yang dibagi lagi menjadi empat fungsi, seperti Tim Kerja Fungsi Kemasjidan, Hisab Rukyat, dan Bina Syariah, serta Tim Kerja Fungsi Bina Paham Keagamaan dan Kepustakaan Islam.”

Tip dan trik bagi mahasiswa

Bagi mahasiswa yang berencana untuk melakukan magang di instansi pemerintah, Nail memberikan tip, “Komunikasi sangat penting. Sampaikan apa yang ingin Anda peroleh dan pelajari, berkomunikasilah dengan pihak instansi untuk mencapai tujuan Anda.” Sementara itu, Rabik menekankan pentingnya sikap dan persiapan sebelum magang, “Jangan lupa untuk senyum, sapa, dan salam. Persiapkanlah segala sesuatunya sebelumnya terkait instansi dan rencana selama magang.”

Program magang yang diterapkan oleh Prodi AS UII membuktikan bahwa pembelajaran praktis di lapangan dapat memberikan pengalaman berharga bagi mahasiswa. Dengan adanya perubahan ini, diharapkan mahasiswa dapat lebih siap menghadapi dunia kerja dan memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang aplikasi teori hukum dalam konteks praktis. (MA)

Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyah) JSI FIAI UII, mempersembahkan:

[Lomba tingkat SMA/MA/Sederajat & Pondok Pesantren di Seluruh Indonesia]

Kategori Lomba SMA/MA/Ponpes:
1. Esai
2. Pidato Bahasa Indonesia
3. Pidato Bahasa Arab
4. Poster (Tema: Peran Pemuda dalam Keluarga)

Timeline Lomba:
Pendaftaran dan Pengumpulan Karya: 1 Februari-31 Maret 2024
Penjurian Lomba: 1-5 April 2024
Pengumuman Juara Lomba: 12 April 2024

Tautan Lomba
Link Pendaftaran: https://bit.ly/PendaftaranSFD2024
Link Panduan Lomba: https://islamicfamilylaw.uii.ac.id/sharia-fest-days-2024/

PENDAFTARAN GRATISSS
TOTAL HADIAH JUTAAN RUPIAH

Tunggu apalagi ! Yuk daftarkan dirimu, jangan sampai ketinggalan !!!

Narahubung:
Uun Zahrotunnisa: 0857 4886 9646
M. Arif Chasanul: 0882 0052 17904

Menyelesaikan studi perkuliahan dalam waktu 3,5 tahun dan meraih gelar akademik di usia muda merupakan cita-cita banyak mahasiswa. Dengan lulus cepat tidak hanya mengurangi beban orang tua terkait biaya kuliah, tetapi juga memungkinkan mahasiswa untuk memperoleh pengalaman karier lebih awal. Namun untuk bisa mendapatkan semua itu bukanlah hal yang mudah dan tidak semua orang bisa meraihnya.

Lima mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga/Ahwal Syakhshiyah (Prodi AS) di Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) berhasil menyelesaikan studi mereka dengan waktu yang sangat singkat, hanya dalam rentang 3 tahun 4 bulan. Kelima mahasiswa tersebut adalah:

  1. Nail Nazah (20421035)
  2. Ihklas Hakiki (20421057)
  3. Ratasya Maharani (20421077)
  4. Zakia Shalsabilla (20421127)
  5. Sina Mulya Cahyana (20421111)

Keberhasilan mereka tentu tidak didapatkan dengan mudah. Di balik prestasi tersebut, terdapat perjuangan keras dan berat yang patut dijadikan pembelajaran bagi kita semua. Yuk kita simak lebih dalam perjalanan luar biasa mereka!

Niat yang kuat dan positif menjadi pondasi

Niat yang kuat dan positif menjadi kunci utama sebagai pondasi kokoh bagi kita. Niat yang kuat menjadi pendorong utama kita melewati tantangan dan rintangan. Adapun Ketika hati kita dipenuhi dengan tekad yang positif, energi positif pun mengalir melalui setiap tindakan dan keputusan yang kita ambil.

“Pas pertama-tama mau masuk kuliah itu udah nargetin gitu. Aku kalau bisa usahain maksimal tiga tahun setengah itu udah lulus alasannya ya saya gak mau banyak bebanin orang tua sih karena kan saya anak pertama terus ngerantau jadi gimana caranya saya bisa lulus kemudian cari kerja agar bisa ngurangin beban mereka.” Jelas Ratasya Maharani (Rara)

Perencanaan perkuliahan yang matang

Kemudian perencanaan perkuliahan yang matang merupakan kunci kesuksesan dalam meraih kelulusan. Ibaratnya kita mau mencari harta karun nih perencanaan kuliah itu petanya. Seperti yang dijelaskan Nail Nazah (Nail) yang tidak hanya mampu lulus cepat tapi juga mampu meraik ipk tinggi 3,97.

“Yang penting kita itu ada kemauan dulu, terus kita ada komitmen juga, terus kita rajin konsultasi sama Dosen Pembimbing Akademik (DPA). Nah sama DPA nanti diarahkan untuk bisa segera Seminar Proposal (SemPro) Skripsi di semester 6. Jadi setelah KKN kita ngajuin judul ke Sekertaris Prodi (SekProd) trus semester 6 harus sudah sempro. Jadi setelahnya tinggal nyelesaiin skripsi sampai semester 7. Trus lulus deh”. ujar Nail.

Foto Pasca Sidang Nail Nazah

Disiplin dan managemen waktu yang baik

Disiplin dan manajemen waktu yang baik juga gak kalah penting nih. Dengan memiliki disiplin yang tinggi, kita dapat mengelola waktu dengan lebih baik, tau prioritas, dan menghindari pemborosan waktu pada hal-hal yang kurang penting. Tapi memang enggak mudah sih, cuma bukan berarti enggak mungkin ya. Seperti temen kita, meskipun kerja tapi kuliahnya tetep sukses lo.

“Pas masih kuliah sambil kerja itu kan, kalo saya kuliah misal pagi dari jam 7 pulangnya nanti jam 12, setelahnya setengah 2 kerja sampai jam 9 malem itu bener-bener non-stop itu paling capeknya disitu, Jadi ngorbanin badan dan waktu. Tapi karena inget orang tua nunggu dirumah jadi trus termotivasi untuk bisa lulus cepat”. Jelas Ikhlas Hakiki (Hakiki).

Perjuangan melawan kemalasan

Kemalasan juga seringkali menjadi hambatan dalam meraih tujuan kita . Jika terbiasa dengan kemalasan kita cenderung menunda-nunda pekerjaan sehingga tidak selesai tepat waktunya, Oleh karena itu, penting untuk mengenali dan mengatasi kemalasan.

“Untuk melawan kemalasan intinya ada gerakan dari hati diri sendiri. Trus jangan sering-sering di kost, Soalnya kan kalo udah di kost, kalau liat kasur gitu, aduh, pengennya rebahan. Makanya saya suka keluar gitu buat ngerjainnya. kadang bareng sama temen-temen diskusi jadi kan bisa saling sharing”. jelas tip dan trik Nail dalam menangani kemalasannya. 

Support orang tua sebagai motivasi dan self healing

Dukungan orang tua juga memiliki peran penting loh untuk mengatasi stres dan tekanan hidup kita. Dukungan orang tua bisa menjadi support sistem untuk membantu mengelola emosi, menguatkan mental, dan menambah motivasi untuk mencapai potensi maksimal kita. Hal ini dirasakan juga oleh teman-teman kita. Hakiki bercerita:

“Saya itu Video Call (VC) sama orang tua setidaknya seminggu sekali. Yang dirasain itu setelah VC sama orang tua pastinya menambah motivasi dan rasanya jadi tenang, bagi saya kata-kata orang tua itu menenangkan”.

            Pengalaman yang serupa juga dirasakan oleh nail. Ia yang setiap hari VC dengan orang tuanya alih-alih bosan mendapat nasihat setiap hari justru merasa senang dan menjadi motivasi disetiap harinya.

“Justru malah seneng, justru dari setiap hari VC itu nambah semangat setiap harinya”. Jelas Nail.

Nah itu dia nih perjalanan temen-temen kita dalam meraih kelulusannya. Suka dan duka telah mereka lalui pengorbanan waktu dan tenaga setiap harinya demi mencapai cita-cita yang selalu diharapkan. Kemalasan pun selalu menyerang tanpa henti. Akan tetapi dengan tekat kuat, konsistensi dan support dari orang tua mereka bisa melaluinya. Yuk kita jadikan kisah mereka sebagai motivasi untuk meraih cita-cita kita! (MA)

Guru Besar atau profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi. Terdapat empat jabatan fungsional dalam dunia profesi dosen, ada asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan yang tertinggi adalah guru besar. Pada Kamis (18/1) Dosen Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI), Universitas Islam Indonesia (UII) Prof. Dr. Tamyiz Mukharrom, MA ditetapkan menjadi Guru Besar. Adapun Prof. Tamyiz ditetapakan sebagai Guru Besar dalam bidang ilmu Ushul Fiqh oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementrian Agama Republik Indonesia di Kantor Kementrian Agama Jakarta Pusat. Pencapaian beliau sebagai Guru Besar adalah bukti nyata dari perjalanan panjang dan kualifikasi yang tinggi dalam dunia pendidikan tinggi.

Prof. Tamyiz telah menorehkan jejak pendidikan tinggi mulai dari Fakultas Syariah UII Yogyakarta, kemudian mengejar gelar S2 di Yordan University dengan fokus pada Ushul Fiqih, dan melanjutkan perjalanan akademisnya dengan meraih gelar S3 dalam bidang Studi Islam di Universitas Az-Zaituna Tunisia. Perjalanan pendidikan ini mencerminkan komitmen yang kuat terhadap pengembangan ilmu dan pemahaman mendalam terhadap bidang studinya.

Sebagai dosen di FIAI UII sejak tahun 1991, Prof. Tamyiz telah memberikan pengabdian selama 33 tahun, menunjukkan komitmen jangka panjang terhadap dunia pendidikan. Pengalaman dan kontribusi beliau dalam dunia pendidikan juga tidak perlu diragukan.  Prof. Tamyiz telah menjadi Pembantu Dekan FIAI pada 2001-2006 dan selanjutnya diangkat menjadi Dekan FIAI pada tahun 2014 sampai tahun 2022.

Selain itu, karya-karya ilmiah Prof. Tamyiz, baik dalam bentuk buku maupun konferensi/jurnal nasional dan internasional, menunjukkan kualitas penelitian dan pemikiran yang mendalam dalam bidang Ilmu Agama. Tema-tema yang diangkat seperti Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam dan Radikalisasi Pemahaman Agama di Media Online, mencerminkan relevansi dan ketertarikan terhadap isu-isu aktual dalam masyarakat.

Pengabdian Prof. Tamyiz dalam membahas isu-isu penting, seperti maqasid al-syariah, kebutuhan khusus perempuan dalam bencana, dan etika bisnis di era digital, juga menunjukkan bahwa kontribusinya tidak hanya sebatas dalam lingkup akademis, tetapi juga memiliki dampak pada pemahaman dan solusi terhadap isu-isu sosial dan keagamaan.

Semoga dengan pencapaian sebagai Guru Besar ini, Prof. Tamyiz dapat terus memberikan inspirasi dan kontribusi positif bagi dunia pendidikan, penelitian, dan masyarakat luas. (MA)

Program Studi Hukum Keluarga/Ahwal Syakhsiyah (Prodi AS) menggelar acara International Short Course on Halal Practices in Indonesia and Malaysia pada Sabtu (02/12) di Gedung Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI). Agenda ini dirancang untuk memberikan peserta pemahaman mendalam tentang standar halal, proses sertifikasi, dan tren industri halal di Indonesia.

Momentum ini juga merupakan kelanjutan dari keberhasilan Student Mobility sebelumnya, yang mengirim sepuluh mahasiswa Prodi AS ke Malaysia. Pada kesempatan kali ini, lima mahasiswi dari Universiti Sains Islam Malaysia (USIM) berkunjung ke Indonesia, menambah keberagaman pandangan dan pengalaman.

Tiga materi unggulan memperkaya agenda ini. Dr. Nur Kholis, SEI., M.Sh.Ec. (FIS Vice Dean, Majelis Ulama Indonesia) membuka dengan tema “Fundamentals of Understanding Halal in Indonesian Contexts”. Dr. Setiyawan Gunardi (Head of Halal Industry Program at USIM) melanjutkan dengan tema “Fundamentals of Understanding Halal in Malaysian Contexts”, diikuti oleh penutup dari Dr. Imelda Fajriati, M.Si. (Head of Halal Center at UIN Sunan Kalijaga) dengan tema “Implementation of Halal Product Assurance in Indonesia”.

Bagi mahasiswi Malaysia, agenda ini bukan hanya peluang untuk belajar, tetapi juga pemandangan yang sangat menarik. Noor Atiqah Aqilah, salah satu mahasiswi USIM, menyatakan, “Sangat menarik untuk mempelajari bagaimana halal diterapkan di Indonesia dan kewajiban mendapatkan sertifikat halal.” Sementara Nur’ain Syakirah (Syakirah) mengekspresikan kekagumannya terhadap Indonesia, “Indonesia negara yang sangat besar dan saya yakin, meskipun saya tinggal di sana selama setahun, saya tidak akan punya cukup waktu untuk menjelajahi semuanya di sana.” (MA)

Sebuah perjalanan student mobility mahasiswa program studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyah) International Program (AS IP) ke Universiti Sains Islam Malaysia (USIM) telah memberikan pengalaman berharga dalam merangkai budaya dan ilmu antara dua negara tetangga. Hal tersebut disampaikan oleh Fairuza ‘Alima FardindaPutri yang kerap dipanggil Dinda.

Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyah) International Program menyelenggarakan kegiatan International Student Mobility (MBKM) ke Universiti Sains Islam Malaysia (USIM) pada 13-17 November 2023. Agenda tersebut merupakan kegiatan tahunan Prodi AS IP sejak tahun 2017. Pada tahun ini sebanyak sepuluh mahasiswa diberangkatkan ke Malaysia untuk mengikuti agenda tersebut. Adapun dalam wawancara eksklusif kepada Fairuza ‘Alima Fardindaputri (Dinda) dan Yordan Aditya Dwimahadika (Yordan) Keduanya membagikan ceritanya masing-masing.

Kegiatan Beragam Memperkaya Pengalaman

Dinda menjelaskan bahwa kegiatan di USIM mencakup kuliah, sharing dengan persatuan mahasiswa, serta pertukaran budaya dan kebiasaan antara Malaysia dan Indonesia. “Kami sempat melakukan Presentasi dalam mata kuliah halal industry. Kami dari Indonesia berbagi pandangan tentang hukum Islam, sementara mahasiswa Malaysia mempresentasikan topik terkait industri halal.” Tutur Dinda.

Adapun Yordan menyatakan bahwa kunjungan tersebut bukan hanya sekadar short course, tetapi juga mencakup aspek wisata yang sesuai dengan program studi mereka di bidang Hukum. Mereka diajak untuk mengenal budaya, terutama tentang hukum Islam di Malaysia. “Kami diajak ke Istana kehakiman, kantor kementerian kan di sana sistemnya Perdana Menteri (PM) berbeda dengan kita.” Ujar Yordan.

Budaya dan Perbedaan Sistem Pemerintahan

Dalam diskusi mengenai perbedaan antara Indonesia dan Malaysia, Dinda menyoroti perbedaan sistem pemerintahan. Malaysia memiliki sistem kerajaan dengan rajanya masing-masing, sementara Indonesia menggunakan sistem provinsi. Ini menciptakan dinamika menarik dalam konteks keragaman budaya dan sistem pemerintahan.

Yordan juga menyoroti perbedaan antara pembangunan masjid di Malaysia dengan Indonesia, di mana di Malaysia masjid harus memiliki jarak 10 km dari masjid utama. “saya lihat mereka itu kan perdana menteri yang dipimpin sendiri-sendiri jadi punya benderanya masing-masing, contohnya  itu kalau di masjid Putra Jaya itu ada 13 bendera, 12 nya itu semua negeri yang ada disana, satunya itu khusus buat kota pengurus Masjidnya” Ujar Yordan.

Manfaat Student Mobility: Ilmu dan Hubungan yang Berkualitas

Dinda menekankan bahwa selain mendapatkan ilmu yang melimpah, terutama dalam halal industry, hubungan yang terjalin menjadi sangat berharga. Meskipun hanya berlangsung selama satu-dua minggu, ikatan yang terbentuk cukup kuat. Dinda menyebutkan bahwa kesempatan ini memberinya perasaan pencapaian goal pribadinya, terutama dalam mencari pengalaman kuliah di luar negeri.

“Saya itu punya goal yang saya harus lakukan dalam masa perkuliahan, dulu saya punya cita-cita kuliah diluar negeri. Namun pas ada program ini saya ngerasa bahwa inilah jalannya, Apalagi saya tidak ingin mengunakan fasilitas dari orang tua, bukannya orang tua saya tidak mampu tapi emang saya tidak mau.” Jelas Dinda.

Adapun Yordan menjelaskan kunjungan ini bukan hanya memberikan pengetahuan akademis, tetapi juga memberikan pengalaman pribadi yang membuka wawasan dan memperluas pemahaman kami tentang budaya dan kehidupan di negara Malaysia.

Pesan Inspiratif untuk Mahasiswa Lainnya

Dalam memberikan pesan kepada mahasiswa lain, Yordan menekankan pentingnya untuk tidak mengurung diri dan fokus pada memperbaiki diri. Ia juga mengajak mahasiswa untuk lebih aware terhadap informasi yang beredar di media sosial, agar tidak terjebak dalam konflik yang tidak nyata antara Indonesia dan Malaysia.

Adapun Dinda memberikan motivasi kepada teman-teman mahasiswa untuk tidak pernah mengecilkan mimpi. Ia menekankan bahwa, terlepas dari seberapa besar atau sulitnya sebuah impian, usaha maksimal dan tawakal kepada Allah tetap menjadi kunci. Dengan perjuangan dan tawakal, Dinda membuktikan bahwa pencapaian goalnya dapat terwujud. (MA)

Belajar Ilmu Agama bukan penghalang untuk kita mempelajari ilmu yang lain, termasuk bahasa Inggris. Mempelajari Bahasa inggris bisa menjadi hal yang penting dan bermanfaat jika digunakan sesuai tuntunan agama, seperti digunakan untuk berdakwah.

Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyah) International Program menggelar Enhancing English Proficiency for Lecturers and Students pada Kamis (14/12). Acara tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris bagi dosen dan mahasiswa ahwal syakhshiyah international program. Hal ini dilakukan guna mewujudkan misi untuk pengembangan kerja sama di tingkat Asia Tenggara dan internasional dalam bidang hukum keluarga untuk meningkatkan mutu pendidikan, penelitian, pengabdian dan dakwah Islamiyah.

Suwardi Muhammad selaku pemateri menyampaikan bahwa “Belajar bahasa Inggris harus fokus pada bahasa standar bukan bahasa nonstandar, alih-alih menggunakan okey akan lebih baik menggunakan kata All Right“.

Dosen dan mahasiswa diajak untuk membaca sebuah teks untuk dianalisis struktur grammarnya dan pronunciatonnya. “Bahasa Inggris berbeda dengan bahasa Indonesia, lebih simpel dan jelas. Jika kita biasa mengatakan masuk ke dalam untuk bahasa Inggris cukup masuk saja” Koreksi Suwardi kepada salah satu peserta

Adapun teks yang disampaikan sengaja tidak ditulis lengkap. Mahasiswa dan dosen diminta untuk menanggapi dan menanyakan teks yang belum disampaikan. Diskusi berjalan dengan interaktif peserta satu per satu menyampaikan pertanyaan sedangkan Mr. Suwardi selain menjawab pertanyaan juga mengoreksi pertanyaan peserta dalam bahasa Inggris. (MA)